About

Pages

Selasa, 14 Mei 2013

Cerita Cinta Sejati

Cerita Cinta Sejati

Share on :
Cerita Cinta Sejati – Ketika berbicara mengenai cinta tentunya berbagai hal indah akan ada dibenak kita semua. memang dengan cintalah kita mendapatkan motivasi hidup yang tak ternilai harganya dan tanpa cinta pula kita bisa sulit untuk menikmati semua kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Dalam percintaan sendiri ada banyak sekali cerita indah yang bisa kita ceritakan kepada orang-orang disekitar kita. Apalagi bagi para remaja yang suka membaca cerita cinta, pastinya cerita-cerita cinta terbaru akan sangat dibutuhkan setiap harinya untuk mengisi waktu luang yang ada.
Cerita Cinta Sejati
Cerita Cinta Sejati
Cerita Cinta terbaik adalah cerita yang mampu membuat pembacanya menikmati kedalam alur ceritanya baik itu ending dari cerita cinta tersebut sedih, bahagia atau romantis. Meskipun kebanyakan cerita ini dibaca oleh orang-orang yang gemar membaca, namun prosentase membuktikan bahwa kebanyakan para pembaca cerita cinta ini adalah para remaja yang juga setiap harinya tak lepas dari yang namanya cinta. Selain itu kegemaran membaca cerita cinta juga dapat menimbulkan nilai kepuasan tersendiri bagi kita karena biasanya cerita yang kita pilih memiliki judul yang menarik untuk dibaca. Lalu cerita apa yang akan Firman Way berikan pada para pembaca semua? inilah yang menjadi sebuah pertanyaan ketika kita menjelajahi blog ini. Dan bagi kita yang sudah penasaran dengan cerita cinta apa yang ingin kami bagikan pada kesempatan kali ini, maka langsung saja ini cerita selengkapnya.
Pertemuan yang Tak Bisa Dihindari

“Aku tertegun melihatnya kembali, seseorang yang sudah lama kuhindari. Aku memang masih punya janji kepadanya, tapi aku memang tak bisa menepati. Perpisahan karena emosi terjadi karena pemikiran kilatku, aku arahkan segala cara supaya aku bisa terlepas dari dirinya, delapan tahun aku jalani hidup bersama dengannya, tanpa ada kepastian tanpa ada ikatan. Bahkan, cincin bohongan yang sering dipakai orang pacaran tak pernah dia berikan untukku, selama delapan tahun aku menjalin cerita bersamanya, tak ada bunga mawar, tak ada bungkusan cokelat, bahkan Bapak dan Mamah pun tak tahu akan kisahku dengannya, jika bertemu dia selalu menanti diujung jalan, kisahku dengannya begitu datar”

Hari ini, suasana rumah begitu ramai. Begitu banyak kepala lalu lalang, dan mereka menghujaniku dengan banyak pertanyaan yang tak bisa kujawab, mereka bertanya penempatan bunga sampai penempatan meja parasmanan. Ada rasa terbesit iri dan malu sendiri, entah kakak macam apa aku ini. Kulihat adikku sedang khusu jalani masa pingitnya, hatiku sakit tak karuan.

“Erika, tolong bantu mama potong sayuran!”
“Kenapa sih mah, ga pake catering aja?”
“Begini nih kalau kelamaan hidup jauh dari rumah sendiri, pengennya yang praktis-praktis aja!”

Memang sudah tak aneh, aku dan mamah tak pernah akur. Selalu saja ada perbedaan mendampingi kami, aku pun akhirnya bereskan lamunanku, aku menyerah kepada wanita itu dengan mengikuti perintahnya. Aku kemudian terdiam, dan memikirkan betapa egoisnya diriku beberapa hari yang lalu, aku begitu tak mengizinkan adikku menikah dengan pilihannya, hanya karena alasan sepele, pilihan adikku ternyata adiknya Rendi, dia adalah mantan kekasihku, entahlah aku harus menyebutnya apa mantan atau apa, hubungan kami berakhir hanya karena faktor kejenuhanku dengan sifat cuek dan datarnya.

Selama aku menjalani hubungan dengan Rendi, aku tak merasa begitu banyak kenangan antara kami, hal teromantis yang pernah ia beri hanya tanda smiley titik dua bintang di sms, hanya itu yang aku dapatkan. Tak pernah ada peringatan hari jadian, tak pernah ada kecupan, dia hanya mengenggam tanganku ketika aku akan menyebrang jalan, itupun layaknya menyebrangkan nenek-nenek, tak ada kehangatan sama sekali. Tepat ketika usia hubunganku delapan tahun aku meminta jeda pemberhentian kepadanya, aku meminta supaya kita tidak bertemu dan berkomunikasi selama beberapa waktu dengan memberikan kepastian bahwa aku akan kembali lagi.

“Kenapa sih harus pake cara gini, emang ga ada cara lain? Salah aku dimana?”
“Udah lah Rendi, please aku udah bosen, ini juga buat kebaikan hubungan kita”
“Terus sekarang kamu mau gimana?”
“Kita break dulu, kamu doain aku aja S2 aku di Belanda lancar”
“Ya uda deh! Aku tahu mungkin selama ini kamu udah jenuh, aku sadar diri kok! Maafin aku ya Erika!”

Aku melihat betapa terkaca-kaca matanya, ingin sekali aku menarik kembali semua perkataanku, tapi gengsi sudah begitu menguasai. Hari berganti hari, Bulan berganti bulan, tak terasa aku sudah setahun di Belanda, aku sepertinya begitu menikmati studiku di Belanda, Setiap hari Rendi selalu mengirimiku pesan, tapi tak pernah ada yang aku balas. Aku selalu menghindari online ketika dia sedang online, aku begitu enggan kepadanya. Aku semakin melupakannya ketika Bryan mencuri hatiku, dia begitu hangat dan manis tak seperti Rendi. Bryan, memberikan apa yang selama ini aku impikan, bunga mawar, cokelat, dan genggaman tangan ketika bertemu, dia selalu menatap mataku ketika berbicara, aku begitu mencintai Bryan.

Setelah kuliahku beres, aku dan Bryan pun sepakat untuk bertunangan dan keluargaku pun menyetujui walaupun tadinya Ibu tak menyetujui karena Ibu menyangka Bryan adalah bule, Bryan adalah orang Indonesia asli, hanya namanya memang seperti artis hollwood. Kedatanganku ke Indonesia untuk Tunangan pun diam-diam, tak member tahu siapapun kecuali keluargaku, aku takut Rendi menemuiku.
Aku melupakan komitmen “break”, aku lupakan semuanya, aku menyangka ah pasti Rendi juga sudah lupa. Tak ada Rendi, Tak ada lagi janji aku pun memutuskan untuk semakin berkomitmen dengan Bryan, Bryan menikah denganku tak lama setelah pertunangan kami. Lima tahun sudah, aku menjalani hidup dengan Bryan, dan kami menetap tinggal di Belanda. Hidupku terasa bahagia mempunyai suami seperti Bryan.
Namun…
Kehidupanku seakan kacau, seperti digulung ombak, dadaku begitu sesak ketika aku harus kembali lagi ke Indonesia untuk acara pernikahan adikku.
“Kakak, tanggal tujuh bulan Maret aku mau nikah!”
“Ha? Serius dek”
“Asli… Tahu ga aku nikah sama siapa?”
“Sama laki-laki kan?”
“Ya iyalah, hehehe”
“Siapa-siapa?”
“Masih inget Andra ga?”
“Andra?”
“Iya, adiknya Rendi hehehe, ga nyangka ya dia mau jadi suami aku, kita kenalan Cuma seminggu terus Andra ngajak nikah, kakak-kakaknya ga jadi, eh malah adek-adeknya yang jadi ya Kak?”
Aku begitu lemas saat mendengar adikku menceritakan siapa calon suaminya, aku menutup telpon dan kemudian menangis.
“Kamu kenapa, sayang?”
“Ga papa, kok!”
Bryan menatapku dengan penuh kehangatan sekaligus kebingungan, aku tak mau sampai Bryan tahu, akan rasa galauku ini. Aku pun mencari cara supaya bagaimanapun caranya aku harus batalkan pernikahan ini, aku tak mau menatap wajah Rendi lagi. Aku pun menelpon Ibu, dan aku ungkapkan semuanya akan rasa tak inginku untuk menyetujui pernikahan adikku.
“Bu, jangan gampang percaya lah sama cowok yang baru kenal sama si Resti, masa kenal seminggu udah ngajak nikah!”
“Kamu toh kenapa sih? Dia anaknya baik”
“Namanya juga laki-laki bu!”
Aku semakin mendesak ibuku agar memikirkan lagi rencana pernikahan adikku, tak lama kemudian aku menapat email dari Resti.

“Kakak, kenapa sih? Cuma karena Andra adiknya Rendi, kakak maksa-maksa Ibu supaya batalin pernikahan aku, ga adil kak! Lagian, kak Rendi uda ikhlas ko ngelepasin kakak!”

Aku begitu dihadang bingung, aku memang egois. Tapi, aku tak mau bila harus menatap Rendi lagi, aku takut dia akan menagih janjiku, janji yang akan kembali lagi untuknya, aku berjanji meninggalkannya hanya untuk beberapa saat, tapi ternyata aku sendiri yang mengingkari, aku malu!. Keesokan paginya, kulihat Bryan di ruang tv sepertinya semalam dia tidak tidur dikamar.
“Sayang, kamu tidur disini?”
“Iya, Erika!”
Aku terkejut mendengar dia menyebut namaku, sejak aku pacaran hingga menikah aku tak pernah mendengar dia menyebut namaku, dia selalu memanggilku dengan panggilan romantis.
“Kamu kenapa?”
“Ga papa! Aku Cuma minta kamu ngomong”
“Ngomong apa?”
“Ngomongin apa ya? Malah nanya ke aku? Kita udah nikah, Erika, ga usah lah ada hal yang ditutup-tutupin lagi, aku tahu semuanya!”
“Maksud kamu apa?”
“Rendi, Erika! Rendi! Siapa dia?”
Bibirku bergetar, aku tak tahu harus menjawab apa, sepertinya dia membaca email yang dikirim oleh Resti. Tubuhku lemas, badanku seperti tak bertulang rasanya, akhirnya dengan hati-hati aku pun utarakan semuanya, kemudian aku menangis menyesali semua yang terjadi, aku menangis dipelukan suamiku.

“Kamu, ke Indonesia besok sendirian ya, aku nanti nyusul! Kamu disana bantu-bantu hajatan, jangan pas hari H baru datang!”
“Kamu Marah?”
“Ga sayang, aku ga marah!”
“Beneran?”
“Eh, udah ah lupain! Maaf, aku emosi barusan!”

Aku pun menangis dan memeluk suamiku lagi, dia seakan memberiku jalan untuk bertemu dengan Rendi, dia menyemangatiku supaya tidak takut jika aku harus bertemu Rendi, dia ajariku untuk tidak menjadi pengecut. Aku pun langsung meminta maaf kepada adikku atas segala keegoisanku.

Aku pun terduduk masih dengan melamun, ketakutanku disini adalah ketika aku harus bertemu Rendi, aku mendatangi adikku. Aku menata bunga, di kursi pengantin. Tiba-tiba, aku merasa ada sosok yang sedang memperhatikanku. Aku pun kemudian menghadapkan badanku menuju arah pintu, dan dia adalah apa yang selama ini aku takutkan, Rendi ada dihadapanku lagi, dia tersenyum dan berjalan ke arahku.
“Halo, Erika!”
“Hai” aku menjawab dengan gugup
“Tenang saja, aku tidak akan menggigit, walaupun aku sudah kamu permainkan”
Aku hanya diam, tersenyum kecut dan tak berani menatap matanya.
“Maafkan aku, Rendi!”
“Hehehe, harusnya aku yang minta maaf. Aku terlalu memperlakukanmu berlebihan, tak pernah ingin aku menyentuhmu, tak pernah aku memelukmu, aku takut akan menodai nilai-nilai kehormatanmu, maafkan aku!”

Aku begitu teramat malu, dan menunduk diam. Ternyata, selama ini aku begitu salah menilainya, aku pikir dia tak pernah mencintaiku, aku pikir dia tak pernah perlakukan aku secara istimewa, ternyata aku yang terlalu cepat menilai.
“Selama, delapan tahun aku bersamamu! Aku bahagia Erika, kamu selalu berikan aku pelajaran akan hidup, ya walaupun buat sakit hati”
“Rendi…”
“Lucu ya! Besok, kamu berkebaya dan aku berjas rapi tapi bukan kita yang saling mengikat janji, malah Andra dan Resti yang mengikat janji dengan utuh”
“Hehehehe, iya! Kamu masih sendiri?”
“Ya iyalah, kan kata kamu aku harus nunggu kamu, ya udah aku tunggu”
“Rendi, aku ga bisa kamu tunggu! Aku udah menikah!” wajahku memucat dan salah tingkah
“Hehehehehe bercanda! Tenang saja Nyonya, aku ga akan ganggu istri orang kok, ya doakan saja biar aku cepet-cepet nemu”

Aku hanya mengangguk dan kemudian merasa tenang, ternyata Rendi memang tak seseram yang aku bayangkan ketika bertemu denganku lagi, aku pun mengakhiri pertemuanku dengan Rendi, aku tak mau lama-lama berbincang-bincang dengannya, aku takut aku semakin menyesal, dan kenangan akan masa lalu bermain-main mengitari aku dan Rendi. Keesokan, harinya Andra dan Resti menikah, aku dan Rendi saling senyum saat saling bertatapan. Tak lama kemudian, kulihat Bryan sedang bercakap-cakap dengan Rendi, aku begitu terkejut dan was-was apa yang sedang mereka ceritakan. Tapi, tak ada tanda-tanda mereka berdebat, mereka saling tertawa lepas. Setelah itu, Bryan mendatangiku dan memberikan senyuman hangatnya untukku.
“Jangan nakal dan main-main sama janji lagi ya sayang”

Cerita Karangan: Ambiwwa Novita
Dari Cerita Cinta diatas yang berjudul Pertemuan yang Tak bisa dihindari, memang ada banyak sisi positif yang bisa kita jadikan sebagai motivasi ketika kita mencintai seseorang. Memang terkadang cinta itu sulit untuk dipahami oleh fikiran sadar kita. Namun alangkah bahagianya jika kita mendapatkan cinta yang kita inginkan seperti pasangan yang selalu menghiasi mimpi kita. Semoga saja dengan adanya Cerita Cinta diatas kita akan mampu lebih baik dalam bertindak terutama yang menyangkut masalah cinta. Karena cinta itu selalu berkaitan dengan hati, maka ketika kita mencinta pasti akan ada senang sedihnya. Dan jika kita bisa melewati itu semua maka kepuasan yang tiada tara akan selalu menyelimuti kita.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More